Hadist Landasan Khilafah Ternyata Dhaif?
Radarislam.com ~ Beberapa tahun
yang lalu, Nadirsyah Hosen, seorang Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand
mengkritik hadis yang kerap dipakai oleh kelompok Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI). HTI sering menggunakan sebuah hadis itu untuk
mengklaim bahwa sistem pemerintah khilafah sesuai manhaj kenabian akan datang
lagi. Nadirsyah menyebutkan bahwa hadis riwayat Thabrani mengenai hal itu majhul dan
riwayat Imam Ahmad juga bermasalah khususnya pada perawi Habib bin Salim.
Kritikan Nadirsyah
tersebut diikuti oleh tokoh bernama Agus Maftuh Abegebriel (sekarang menjabat
Dubes RI untuk Arab Saudi). Akibat kritikan dua tokoh ini, DPP HTI bersikeras
mendukung riwayat yang dipersoalkan tersebut. Pihak HTI menganggap bahwa hadis
yang berkaitan dengan khilafah itu kalaupun tidak sahih, paling tidak hasan. Mereka
menolak hadis itu dinilai dhaif meskipun mereka mengakui kutipan Nadirsyah
bahwa Imam Bukhari tidak mau meriwayatkan dari Habib bin Salim. Imam Bukhari
sendiri mengatakan hadis tersebut masih perlu diteliti.
Artinya bahwa
Habib bin Salim perlu ditinggalkan dan bisa dianggap tidak kredibel. Pihak DPP
HTI sangat bersikukuh ingin membuktikan kalau kalimat fihi nazar dari Imam
Bukhari tidak lantas menjadikan hadis khilafah itu lemah atau dhaif. Siapa saja
yang pernah belajar mengenai jarh wa ta’dil pasti tahu bahwa jarh harus
didahulukan daripada ta’dil. Jadi, kalau Imam Bukhari sudah men-jarh Habib bin
Salim, maka keseimpulannya sudah jelas. Tidak perlu ada diskusi lebih lanjut. Terlebih
dalam 9 kitab hadis yang utama (kutubut tis’ah) hanya Musnad Ahmad yang
meriwayatkan Hadis Khilafah itu. Sehingga kelemahan dari hadis ini sudah jelas(*)