Gadis Ini Menyesal Karena Lepas Jilbab Demi Pekerjaan, Kini Ia terima Akibatnya
Gadis lepas jilbab, Radarislam.com ~ Telah diketahu, jilbab merupakan bagian dari
syari’at yang penting untuk dilaksanakan oleh seorang muslimah. Jilbab bukan
hanya identitas atau menjadi hiasan semata. Bukan pula sebagai penghalang bagi
seorang muslimah untuk menjalankan keseharian dalam kehidupannya.
Memakai jilbab yang sesuai
dengan tuntunan Rasulullah SAW adalah wajib dilakukan oleh setiap muslimah,
sama seperti ibadah-ibadah lainnya seperti sholat,dan puasa yang diwajibkan
bagi setiap muslim.
Mengenakan jilbab juga bukanlah
kewajiban terpisah dikarenakan kondisi daerah seperti dikatakan sebagian orang
(karena Arab itu berdebu, panas dan sebagainya). Ia juga bukan kewajiban untuk
kalangan tertentu (yang sudah naik haji atau anak pesantren).
Menggunakan jilbab adalah
kewajiban kita sebagai seorang muslimah. Dalam pemakaiannya pun kita harus pula
memperhatikan ajaran Nabi Muhammad SAW. Kita harus istiqamah dalam memakainya,
bukan hanya pada momen atau alasan tertentu.
Sebab, jangan sampai hal
seperti kisah ini terjadi pada muslimah lainya. Sebuah kisah yang bermula
ketika seorang gadis yang membuka jilbabnya karena karir, dan selanjutnya pun
bisa dilihat bersama berikut ini:
Satu pesan BBM masuk. Dari
seorang junior waktu sekolah yang juga pernah sama-sama bekerja di kantor lama
kami.
“Kak, aku diterima jadi resepsionis di salah
satu PT di kawasan XXX.”
Aku pun segera mengetik balasan, “Ohya? Wahh …
Alhamdulillah yaa, Mawar! Selamat!”
“Tapi Kak ….”
“Tapi apa?”
“Aku harus lepas jilbab.”
Hatiku seketika bergemuruh.
Bagaimana mungkin Mawar
(bukan nama sebenarnya) bisa goyah begini. Gadis cantik yang belum lama
menggunakan hijab itu kan tahu sendiri, bagaimana reaksi orang-orang di kantor
keempatku, waktu ada salah satu karyawatinya yang melepas jilbab. Ternyata
setelah ditelusuri penyebabnya, tak lain karena dia nekat berpacaran dengan
pria non muslim. Sudah pacaran … dengan non muslim pula. Belum nikah saja,
jilbab sudah ditanggalkan. Bagaimana kalau sudah menikah? Masihkah iman Islam
terpatri dalam hati?
“Astaghfirullah, War. Jangan,” ketikku
mengingatkan.
“Tapi, Kak. Aku butuh pekerjaan. Kakak kan
tahu, aku harus ngebiayain kuliah sendiri.”
“Iya, aku tahu, War. Tapi apa kamu gak percaya,
Allah lah Yang Maha Pemberi rezeki?”
“Percaya, Kak. Tapi aku bener-bener buntu, Kak.
Aku harus dapet pekerjaan secepatnya.”
“Loh, waktu di sini, kamu mau diperpanjang
kontraknya dan boleh berjilbab, kamu gak mau.”
“Iya Kak. Tapi kalo di situ aku udah nggak
betah. Orang-orangnya rese. Kakak sendiri kan juga mau resign dari situ?” Mawar
kembali menyanggah.
“Iya, Mawar. Aku tahu. Tapi, setidaknya di sini
kamu boleh berjilbab. Walaupun di sini gajinya di bawah UMR, setidaknya kita
nggak disuruh lepas jilbab.”
“Iya sih, Kak.”
“Pikirin lagi semuanya baik-baik, War.
Istikharah. Belum tentu juga nanti di sana kamu betah.”
“Aku kayaknya nggak ada pilihan lain deh, Kak.
Aku sudah tanda tangan kontrak. Senin depan aku mulai kerja. Tapi di luar PT,
aku tetap berjilbab kok, Kak.”
“Kenapa kamu baru bilang setelah tanda tangan
kontrak? Ya Allah, andai aku punya cukup uang buat minjemin kamu bayar biaya
kuliah, Mawar. Sedih aku. Ngerasa nggak guna jadi temen.” Aku mengetik pesan
dengan hati yang runyam.
Ketika melihat teman baru
berhijab, aku bahagia bukan kepalang. Begitu juga sebaliknya, ketika mengetahui
seseorang harus membuka hijabnya. Aku seketika lemas. Merasa gagal. Berlebihan?
Yaa … tapi sungguh itu yang kurasakan.
Kalian tahu apa yang terjadi
bahkan tak sampai sebulan kemudian? Mawar kembali mengirim pesan padaku.
“Kak! Kakak benar. Aku gak betah di sini, Kak!”
“Ya Allah, Mawar … kenapa??”
“Kerjaanku di sini ternyata nggak cuma jadi
resepsionis, Kak. Tapi serabutan, bantuin kerjaan bagian lain juga. Belum lagi,
tiap hari lobby tempatku bekerja bau asap dupa. Di sini juga ada beberapa
patung yang dikramatkan, Kak.”
“Dikramatkan gimana?”
“Iya. Patung-patung itu dirawat khusus, Kak.
Nggak boleh sampai kenapa-kenapa. Semacam sesuatu yang sangat penting buat yang
punya PT.”
“Astaghfirullah. Terus gimana, Mawar?”
“Belum tahu, Kak. Aku coba bertahan. Tapi kalau
nggak kuat, mungkin aku akan resign.”
“Loh, bukannya kamu udah tanda tangan kontrak
selama beberapa bulan ke depan? Memangnya di sana nggak ada pinalti?” tanyaku
lagi.
“Ada sih, Kak.”
“Lahhh, terus? Duitnya gimana?”
“Aku kabur aja nanti, Kak. Biar nggak usah
bayar uang pinalti, karena keluar sebelum kontrak selesai.”
“Ya Allah, Mawar.”
“Huhuhu … aku nyesel, Kak. Coba aja aku ikutin
apa kata Kakak waktu itu.”
Entah bagaimana caranya, berita terakhir yang
kudapatkan akhirnya Mawar keluar dari PT itu. Dan Alhamdulillah, saat ini dia
sudah berjilbab kembali, bahkan lebih syar’i.
“Kali ini semoga istiqomah yaa, Mawar. Belajar
dari pengalaman kemarin.” Aku mengirim pesan, usai mengetahui bahwa ia kembali
berhijab.
“Iya, Kak. In Syaa Allah. Aku nggak akan sampai
lepas jilbab lagi! Doain aku ya, Kak.”
“As always, Dear. Kita saling mendoakan yaa ….”
“Iya Kaaak.”
Ohya!
Temanku yang satu lagi
juga Alhamdulillah sudah putus dengan pacarnya. Dan kini ia pun berhijab
kembali. Doakan kami semua istiqomah yaa. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Aku pun pernah sampai
melepas jilbab, saat pertama kali bekerja usai lulus SMK, pada tahun 2007.
Menyesal bukan main. Karena perlakuan para lelaki ketika melihatku dengan dan
tanpa hijab, itu berbeda sekali. Padahal saat itu aku masih memakai penutup
kepala. Hanya saja leher dan tangan dari sikut ke bawah, kelihatan keman-mana.
Alhamdulillah. Setahun
kemudian, usahaku mencari pekerjaan lain, akhirnya membuahkan hasil. Aku
diterima di sebuah perusahaan yang membolehkan semua karyawatinya untuk
berhijab.
Untuk selanjutnya, di
perusahaan ketiga, keempat dan kelima yang tak lain adalah tempatku bekerja
sekarang, Alhamdulillah! Aku bebas menunaikan kewajibanku sebagai seorang
muslimah, yakni menutup aurat.
Tiga kali, ada pengalaman
interview dengan orang asing. Satu bule, orang Korea, dan yang ketiga orang
Jepang. Tentu perasaan ketar-ketir karena aku menolak berjabat tangan dengan
mereka. Yang sama orang Korea, tidak ada kelanjutan alias ditolak bekerja di
sana. Yang sama bule, juga Alhamdulillah sempat diberi tahu diterima, cuma aku
yang mundur, karena lokasi kerja yang ditawarkan di Meruya. Terlalu jauh,
bagiku yang tinggal di Bekasi.
Yang orang Jepang ini
lucu. Namanya Mr. Hiroyuki. Pada suatu kesempatan makan malam bersama teman
sebagian yang lain, seorang teman yang tidak berjilbab mendekati beliau untuk
difoto. Spontan, Hiroyuki-san berkata sambil memeragakan ‘jilbab’ dengan kedua
tangannya.
“Woman with … no touch
yaa? Kalau tidak pakai, boleh touch.” Beliau bingung menyebut jilbab itu apa,
makanya hanya memeragakan dengan menyatukan kedua tangannya, yang kemudian
dinaikkan ke atas kepala.
Kami tertawa. Maksud
beliau adalah : perempuan dengan penutup kepala tidak boleh disentuh ya? Kalau
tidak pakai, baru boleh.
Ingat! Bahkan ada suatu
informasi bahwa : perempuan-perempuan di Gaza tidur pun menggunakan hijabnya.
Ketika ditanya kenapa, jawaban mereka, Agar jika sewaktu-waktu rumahku dibom,
jasadku dapat ditemukan dalam keadaan menutup aurat.
Semoga kita semua bisa
senantiasa menjaga hijab ini hingga kematian menjemput kita kelak. Aamiin Yaa
Robbal Alamiin.
Oleh karena itulah wahai
saudariku, janganlah kita terpedaya dengan segala aktifitas dan perkataan orang
yang menjadikan seseorang cenderung merasa tidak mungkin untuk menggunakan jilbab
yang sesuai syari’at.
Ingatlah, bahwa
sesungguhnya tidak ada teman di hari akhir yang mau menanggung dosa yang kita
lakukan. Hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan ketika menjalankan
segala ibadah yang telah disyari’atkan. [Radarislam/ Wb]