Sejarah Singkat, Siapa Sebenarnya Etnis Muslim Rohingya di Myanmar
Sejarah
etnis muslim rohingya Myanmar, Radarislam.com ~
Sejak awal 1950-an, sebagian kaum Muslim di bagian Arakan atau Rakhine
mengklaim diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis yang berbeda dan terpisah.
Mereka mengidentifikasikan diri sebagai Rohingya.
Mereka mengklaim, Rohingya sudah ada di Rakhine atau
Bruma sejak generasi terdahulu. Namun, klaim tersebut tidak berhasil. Mereka
tidak mendapatkan pengakuan dari Myanmar dan keberadaannya diperdebatkan oleh
kaum Buddha yang merupakan mayoritas di negara tersebut. Begitulah penjelasan
singkat soal Rohingya menurut Jacques P Leider dalam tulisannya bertajuk
Rohingnya: The Name, The Movement, and The Quest for Identity.
Presiden Arakan Rohingya National Organisation (ARNO),
Nurul Islam, mengatakan Rohingya telah tinggal sejak dahulu kala. Mereka
merupakan orang-orang dengan budaya dan peradaban yang berbeda-beda. Jika
ditelusuri, nenek moyang merka berasal dari orang Arab, Moor, Pathan, Moghul,
Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid. Permukiman Muslim di Arakan telah
ada sejak abad ke-7 Masehi.
Rohingya tidak dianggap ke dalam 135 etnis resmi negara
tersebut. Mereka juga telah ditolak kewarganegaraannya di Myanmar sejak 1982,
yang secara efektif membuat mereka tanpa kewarganegaraan di tempat tinggalnya.
Sejak1948, tahun kemerdekaan Myanmar, sudah ada sekitar
1,5 juta orang Rohingnya yang meninggalkan tempat tinggalnya. Para pengungsi
Rohingya kebanyakan ditemukan di Bangladesh, Pakistan, Arab Saudi, Thailand,
dan Malaysia.
Pada tahun itu, ketegangan antara pemerintah Bruma, yang
saat ini dikenal sebagai Myanmar, dan Rohingya meningkat. Banyak di antara
mereka yang menginginkan Arakan untuk bergabung dengan Pakistan yang mayoritas
Muslim. Pemerintah kemudian membalas dengan mengucilkan Rohingya, termasuk
menyingkirkan mereka dari posisi pegawai negeri. Pada 1950, beberapa orang
Rohignya menolak pemerintah. Pada 1962, Jenderal Ne Win dengan Partai Program
Sosialis Burma-nya merebut kekuasaan dan mengambil langkah perlawanan keras
terhadap Rohingnya.
Sekitar 15 tahun berselang, pemerintah memulai Operasi
Nagamin. Operasi itu ditujukan untuk menyaring penduduk dari orang asing. Lebih
dari 200 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, di tengah tuduhan
pelanggaran yang dilakukan oleh para tentara. Meski mereka membantah melakukan
kesalahan. Setahun berikutnya, Bangladesh melakukan kesepakatan dengan Burma di
mana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai perantaranya. Mereka bersepakat
melakukan repatriasi pengungsi dan kala itu sebagian besar orang Rohingnya
kembali ke Burma.