Benarkah Rasulullah Sunnahkan Jima' pada Malam Jumat Untuk Bunuh Yahudi Begini Penjelasannya
Benarkah Rasulullah sunnahkan jima' pada malam jum'at, Radarislam.com ~ Masyarakat kian latah dengan Sunah Rasul di Malam Jumat yang kerap dikaitkan dengan urusan ranjang suami istri (jima').
Bahkan sudah biasa candaan di telinga masyarakat seperti ucapan, “Sudah hari Kamis lagi, sunah rasul,” “Jangan ganggu, malam ini sunah rasul,” “Malam Jumatan, sunah rasul,” atau sedikit rasial “Ayo membunuh Yahudi,” dan banyak istilah lain dengan artian serupa.
Semua istilah itu kerap diartikan sebagai aktivitas jima'. Sekedar humor atau bercanda semacam ini menjadi sangat lazim didengar seiring dengan perkembangan zaman. Canda atau guyon sebenarnya tidak masalah dalam agama.
Hanya saja kalau ingin tahu posisi hukum agama yang sesungguhnya, kita perlu mendapat keterangan ahli hukum Islam terkait hubungan sunah rasul, malam Jumat, dan jima' itu sendiri.
وليس في السنة استحباب الجماع في ليال معينة كالاثنين أو الجمعة، ومن العلماء من استحب الجماع يوم الجمعة.
Artinya:
“Di dalam sunah tidak ada anjuran jima' suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan sksual di malam Jumat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).
Bahkan sudah biasa candaan di telinga masyarakat seperti ucapan, “Sudah hari Kamis lagi, sunah rasul,” “Jangan ganggu, malam ini sunah rasul,” “Malam Jumatan, sunah rasul,” atau sedikit rasial “Ayo membunuh Yahudi,” dan banyak istilah lain dengan artian serupa.
Semua istilah itu kerap diartikan sebagai aktivitas jima'. Sekedar humor atau bercanda semacam ini menjadi sangat lazim didengar seiring dengan perkembangan zaman. Canda atau guyon sebenarnya tidak masalah dalam agama.
Hanya saja kalau ingin tahu posisi hukum agama yang sesungguhnya, kita perlu mendapat keterangan ahli hukum Islam terkait hubungan sunah rasul, malam Jumat, dan jima' itu sendiri.
وليس في السنة استحباب الجماع في ليال معينة كالاثنين أو الجمعة، ومن العلماء من استحب الجماع يوم الجمعة.
Artinya:
“Di dalam sunah tidak ada anjuran jima' suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan sksual di malam Jumat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).
Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan jelas menyebutkan bahwa sunah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat apalagi untuk membunuh kaum Yahudi.
Jika pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW dengan kalimat, “Siapa saja yg mandi di hari Jumat, maka…”
Dari sini kemudian sebagian ulama itu menafsirkan kesunahan jima' suami-istri malam Jumat.
Tetapi sekali lagi kesunahan itu berdasar tafsiran atau interpretasi, bukan sabda Rasulullah sendiri.
Walau demikian, Syekh Wahbah sendiri tidak menyangkal bahwa jima' memang mengandung pahala. Hanya saja tidak ada kesunahan dilakukan pada Kamis malam atau malam Jumat.
Artinya, jima' itu boleh dilakukan di hari apa saja tanpa memprioritaskan hari atau waktu khusus. Penjelasan kedudukan hukum ini menjadi penting agar tidak ada reduksi disunah rasul yg begitu luas itu.
Karena banyak anjuran lain yang sebaiknya dikerjakan pada malam Jumat seperti memperbanyak shalawat nabi, membaca surat Yasin, Al-Jumuah, Al-Kahfi, Al-Waqiah, istighfar, dan mendoakan orang-orang yang sudah berpulang.
Jikalau sekadar humpr atau bercanda, baiknya istilah-istilah ini cukup terbatas di kalangan orang dewasa saja.
Wallahu a‘lam. [Radarislam/ Nu]
Jika pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah SAW dengan kalimat, “Siapa saja yg mandi di hari Jumat, maka…”
Dari sini kemudian sebagian ulama itu menafsirkan kesunahan jima' suami-istri malam Jumat.
Tetapi sekali lagi kesunahan itu berdasar tafsiran atau interpretasi, bukan sabda Rasulullah sendiri.
Walau demikian, Syekh Wahbah sendiri tidak menyangkal bahwa jima' memang mengandung pahala. Hanya saja tidak ada kesunahan dilakukan pada Kamis malam atau malam Jumat.
Artinya, jima' itu boleh dilakukan di hari apa saja tanpa memprioritaskan hari atau waktu khusus. Penjelasan kedudukan hukum ini menjadi penting agar tidak ada reduksi disunah rasul yg begitu luas itu.
Karena banyak anjuran lain yang sebaiknya dikerjakan pada malam Jumat seperti memperbanyak shalawat nabi, membaca surat Yasin, Al-Jumuah, Al-Kahfi, Al-Waqiah, istighfar, dan mendoakan orang-orang yang sudah berpulang.
Jikalau sekadar humpr atau bercanda, baiknya istilah-istilah ini cukup terbatas di kalangan orang dewasa saja.
Wallahu a‘lam. [Radarislam/ Nu]