Benarkah di Surga Ada Pesta S3ks? Begini Penjelasannya
Dikutip Radarislam.com dari laman Nu, pesta s*ks dari pengertian “pesta” yang secara harfiah merujuk pada perjamuan makan serta minum dengan bersuka ria seperti perayaan, keramaian dan sebagainya).
Itilah pesta s*ks itu sebagai sebuah perayaan yang melibatkan banyak orang dalam beraktivitas s*ksual dengan suka ria sebebas-bebasnya. Jika ini yang dimaksud dengan pesta s*ks sebagai sebuah kenikmatan di surga, maka hal ini adalah pemahaman yang jelas keliru.
Salah satu nikmat Allah di surga itu adalah kenikmatan berhubungan s*ksual, bukan pesta s*ks.
Itu pun tetap diatur melalui perkawinan seperti keterangan Hasyiyatul Baijuri dan Hasyiyah I’anatut Thalibin dengan redaksi sedikit berbeda.
والنكاح من الشرائع القديمة فإنه شرع من لدن أبينا آدم عليه السلام واستمر حتى في الجنة فإنه يجوز للإنسان النكاح في الجنة ولو لمحارمه ما عدا الأصول والفروع فلا ينكح أمه ولا بنته فيها وفائدته في الدنيا حفظ النسل وتفريغ ما يضر حبسه من المني واستيفاء اللذة والتمتع، وهذه هي التي تبقى في الجنة
Artinya, “Nikah merupakan syariat terdahulu. Ia disyariatkan sejak Nabi Adam AS dan berlangsung hingga di surga kelak.
Seseorang boleh menikahi sekalipun mahrahmnya selain pokok dan cabangnya di surga. Dari sini, seseorang tidak boleh menikahi ibunya (serta nenek ke atas) dan anak gadis (serta cucu perempuan ke bawah).
Tujuan perkawinan di dunia (menurut kalangan medis) adalah menjaga keturunan, mengeluarkan cairan mani yang memudharatkan jika tertahan di dalam badan, dan merasakan kenikmatan. Tujuan (ketiga) ini yang tersisa di surga,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, cetakan kedua, 1999 M/1420 H, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, juz II, halaman 169).
Kenapa tujuan ketiga perkawinan ini tetap berlangsung di surga? Sayyid Bakri bin Sayyid M Syatha Dimyathi dalam I‘anatut Thalibin menjawab, di surga sudah tidak ada lagi beranak pinak dan tidak ada pula penahanan dorongan s*ksual yang menyebabkan badan menjadi mudharat.
إذ لا تناسل هناك ولا احتباس
Artinya:
“Hanya tujuan ketiga yang tersisa di surga, yaitu merasakan kenikmatan) karena di sana tidak ada lagi keturunan (baru) dan tidak (perlu) lagi menahan (dorongan s*ksual) yang memudharatkan badan,”
(Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid M Syatha Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyah, Isa Al-Babi Al-Halabi, juz IV, halaman 253).
Dari keterangan ini, kita menyimpulkan bahwa kenikmatan hasrat di surga adalah benar adanya. Walau begitu, tetap diatur, bukan sebebas-bebasnya seperti pengertian yang tercakup dalam istilah pesta s*ks.
Hubungan s*ksual di surga diatur melalui perkawinan dan orang-orang yang bisa dinikahi. Salah satu peraturan perkawinan di surga adalah larangan untuk menikahi istri orang lain, ibu (dan juga nenek ke atas [ushul]), anak perempuan (dan juga cucu ke bawah [furu']), istri para nabi dan rasul termasuk para istri Nabi Muhammad SAW sebagaimana disinggung Ibnu Katsir dalam karyanya, kitab Qashashul Anbiya.
Adapun mahram selain ibu dan anak perempuan boleh dinikahi, tentu yang bukan istri orang lain. Sedangkan seorang wanita yang menikah lebih dari sekali akan menjadi istri dari suami terakhir dalam hidupnya. Sementara sebagian ulama mengatakan, wanita itu ditawarkan untuk memilih suami yang dikehendaki.
Baca Juga:
Sebaiknya para dai hendaknya berhati-hati sekali dalam menjelaskan nikmat surga agar tidak membuat kekeliruan persepsi masyarakat. Intinya semoga tak terulang lagi peristiwa semacam ini. [Radarislam/ Wb]
Kenapa tujuan ketiga perkawinan ini tetap berlangsung di surga? Sayyid Bakri bin Sayyid M Syatha Dimyathi dalam I‘anatut Thalibin menjawab, di surga sudah tidak ada lagi beranak pinak dan tidak ada pula penahanan dorongan s*ksual yang menyebabkan badan menjadi mudharat.
إذ لا تناسل هناك ولا احتباس
Artinya:
“Hanya tujuan ketiga yang tersisa di surga, yaitu merasakan kenikmatan) karena di sana tidak ada lagi keturunan (baru) dan tidak (perlu) lagi menahan (dorongan s*ksual) yang memudharatkan badan,”
(Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid M Syatha Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyah, Isa Al-Babi Al-Halabi, juz IV, halaman 253).
Dari keterangan ini, kita menyimpulkan bahwa kenikmatan hasrat di surga adalah benar adanya. Walau begitu, tetap diatur, bukan sebebas-bebasnya seperti pengertian yang tercakup dalam istilah pesta s*ks.
Hubungan s*ksual di surga diatur melalui perkawinan dan orang-orang yang bisa dinikahi. Salah satu peraturan perkawinan di surga adalah larangan untuk menikahi istri orang lain, ibu (dan juga nenek ke atas [ushul]), anak perempuan (dan juga cucu ke bawah [furu']), istri para nabi dan rasul termasuk para istri Nabi Muhammad SAW sebagaimana disinggung Ibnu Katsir dalam karyanya, kitab Qashashul Anbiya.
Adapun mahram selain ibu dan anak perempuan boleh dinikahi, tentu yang bukan istri orang lain. Sedangkan seorang wanita yang menikah lebih dari sekali akan menjadi istri dari suami terakhir dalam hidupnya. Sementara sebagian ulama mengatakan, wanita itu ditawarkan untuk memilih suami yang dikehendaki.
Baca Juga:
- 7 Bacaan Dzikir Ini Bisa Melancarkan Rezeki, Bahkan Datang Dari Yang Tak Diduga
- Di Balik Misteri Usia 40 Tahun, Allah Ternyata Mengisyaratkan Hal Ini Kepada Hamba-Nya
- Ingin Lewati Shirathal Mustaqim Tanpa Rintangan? Lakukan 6 Perbuatan Ini
Sebaiknya para dai hendaknya berhati-hati sekali dalam menjelaskan nikmat surga agar tidak membuat kekeliruan persepsi masyarakat. Intinya semoga tak terulang lagi peristiwa semacam ini. [Radarislam/ Wb]