Inilah Kisah Hidup Isabelle Eberhardt, Gadis yang Menyamar Jadi Pria Hingga Jadi Mualaf di Aljazair
Radarislam.com ~ Isabelle Eberhardt adalah seorang gadis pemberani yang
masih berjiwa muda. Di abad ke-19, dia memutuskan untuk menjelajahi tanah yang
jauh. Gadis itu tak ingin berlama-lama di Swiss.
“Aku tak pernah tenang dengan hidup ajeg. Pikiranku selalu
dihantui oleh matahari di tempat lain,” ujar Isabelle seperti dikutip Radarislam.com dari lama Liputan6.
Dia terlahir di Jenewa pada tahun 1877. Ayahnya adalah
pemuka agama yang banting setir menjadi guru serta pengikut anarkis, Alexandre
Trofimovsky dan ibunya seorang aristokrat. Dia telah lancar menguasai 7 bahasa
asing termasuk Arab. Itu semua berkat
bantuan sang ayah. Ayahnya juga sering mengajak putrinya membaca kitab
suci Al Quran bersama-sama. Sebelum menikah dengan sang ayah, sang ibu
merupakan istri seorang jenderal.
Sayang sang ibu berselingkuh dengan ayah Isabell yang
dulu bekerja sebagai tutor. Isabell tak berhak mendapatkan warisan. Sejak masih
muda, Isabell sering menyamar sebagai lelaki untuk bekerja sebagai pembantu
kapal di Marseille. Dia juga menuliskan nama samaran.
Petualangan pun dimulai. Dari Eropa, Isabelle menuju ke
Aljazair. Dia mendapatkan undangan ke Annaba. Louis David si pengundang sangat
terpesona dengan tulisan-tulisannya yang menggambarkan bagaimana kehidupan
beragama di Afrika Utara, Nouvelle Revue Moderne.
Isabelle pergi dengan sang ibu di tahun 1987. Mereka semula
tinggal bersama dengan keluarga David. Lalu mereka menyewa rumah dengan gaya
Arab yang jauh dari pemukiman Eropa. Karena sering berpakaian seperti gadis
Arab, dia dibenci oleh para penduduk Eropa. Dia juga diawasi oleh pemerintah
kolonial Perancis karena dianggap mata-mata.
Isabel dan sang ibu lalu menjadi mualaf. Ibunya wafat
pada tanggal 28 November 1897. Setelah sang ayah juga meninggal, Isabell
menetap di Aljazair.
Hidup sebagai Pria

Kehidupannya benar-benar bebas. Dia hidup seperti anjing
liar. Dia tidur di gurun pasir Sahara sendirian ditemani sang malam. Ketika uangnya
habis, dia bekerja sebagai penulis. Dia bertemu dengan Marquis de Mores. Sang suami
tewas dibunuh di Sahara.
Marquis menawarkan diri membiayai Isabelle ke Aljazair. Wanita
itu membantu menyelidiki kematian suami Isabelle. Di tahun 1990, Isabelle
kembali lagi ke El Qued. Isabelle lalu menuliskan puluhan artikel dan cerita. Dalam
protes anti kolonialisme, dia juga sering terlibat.
Sikapnya yang menentang kolonial itu membuatnya jadi
sasaran pembunuhan. Isabelle pernah diserang oleh lelaki lokal dengan pedang. Lengan
kirinya hampir saja terputus. Walaupun demikian, Isabelle dalam sidang memohon
supaya sang pelaku tak dihukum mati. Sayang, permintaannya ditolak. Dia lalu
menjumpai anggota militer bernama Slimane Ehnni. Keduanya saling jatuh cinta
dan pada akhirnya menikah.
Isabelle lalu bekerja sebagai wartawan perang di barat
daya Aljazair. Dia menuliskan jurnalnya.
Isabelle Eberhardt meninggal pada umur 27 tahun. Dia berusaha
menyelamatkan suaminya. Pada usianya yang masih 27 tahun, dia sudah kehilangan
giginya, rambutnya dan kembali ke rumah sakit. Di tahun 1904, Isabell Eberhardt
meninggal dunia ketika dia menyelamatkan sang suami dari bencana banjir.
Baca Juga:
- Subhanallah! Anggota Girlband Cantik Asal Korea Ini Jadi Muallaf dan Berhijab
- Kisah Anthony Green, Putuskan Masuk Islam Setelah Dapat Pertanyaan ini
- Kisah Wan Sehan dan Seorang Jawara Yang Punya Ilmu Kebal
Semua tulisannya tak pernah diketahui sampai pada awal tahun 1920 an, catatan serta buku hariannya ditemukan di bawah reruntuhan rumah Isabelle ketika dia meninggal.
- Subhanallah! Anggota Girlband Cantik Asal Korea Ini Jadi Muallaf dan Berhijab
- Kisah Anthony Green, Putuskan Masuk Islam Setelah Dapat Pertanyaan ini
- Kisah Wan Sehan dan Seorang Jawara Yang Punya Ilmu Kebal
Semua tulisannya tak pernah diketahui sampai pada awal tahun 1920 an, catatan serta buku hariannya ditemukan di bawah reruntuhan rumah Isabelle ketika dia meninggal.
Karya-karya Isabell lalu diterbitkan dalam tiga buah buku
yang memberikan wawasan tentang sejarah kehidupan warga Eropa di tengah warga
lokal Aljazair. Penulisnya tak lain adalah wanita yang menyamar jadi pria. [Radar Islam/ Liputan6]