Kisah Nyata Di Bulan Sya'ban Yang Patut Direnungkan - RadarIslam.com

Kisah Nyata Di Bulan Sya'ban Yang Patut Direnungkan


Di bulan Sya’ban terjadi peristiwa pemindahan kiblat dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah. Rasulullah Saw sangat menantikan peristiwa ini. Setiap hari beliau memandang dan menengadahkan wajah ke langit menanti wahyu, sampai Allah Swt mewujudkan harapannya, memberikan impiannya, dan meluluskan permintaannya dengan anugerah yang membuat beliau senang. Pada saat itu turunlah Firman Allah Swt:

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka niscaya Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram, Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.”
(QS. Al-Baqarah: 144)

Ayat tersebut merupakan realisasi Firman Allah Swt:

 “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati)  kamu menjadi puas.” (QS. Adh-Dhuha: 5)
Dalam ayat tersebut terbukti kebenaran ucapan Sayyidah ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha-:

“Tidaklah aku lihat Tuhan anda melainkan bersegera (memberi) keinginan anda.”

 Abu Hatim al-Basati berkata:

“Orang Islam shalat menghadap Baitul Muqaddas selama 17 bulan 3 hari persis. Hal ini bisa diketahui dengan kedatangan Nabi Saw di Madinah adalah hari Senin tanggal 12 bulan Rabi’ul Awal, sedangkan Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan beliau untuk shalat menghadap ka’bah hari selasa pada saat Nisfu Sya’ban.”

***

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Musnadnya dari Sayidah Aisyah RA berkata, Pada suatu malam Rasulullah saw berdiri melakukan shalat dan beliau memperlama sujudnya, sehingga aku mengira bahwa beliau telah meninggal dunia. Tatkala aku melihat hal yang demikian itu, maka aku berdiri lalu aku gerakkan ibu jari beliau dan ibu jari itu bergerak lalu aku kembali ke tempatku dan aku mendengar beliau mengucapkan dalam sujudnya:

"Aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksa-Mu; aku berlindung dengan kerelaan-Mu dari murka-Mu; dan aku berlindung dengan Engkau dari Engkau. Aku tidak dapat menghitung sanjungan atas-Mu sebagaimana Engkau menyanjung atas diri-Mu."

Setelah selesai dari salat beliau bersabda kepada Aisyah,

"Ini adalah malam Nisfu Sya'ban. Sesungguhnya Allah 'azza wajalla berkenan melihat kepada para hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, kemudian mengampunkan bagi orang-orang yang meminta ampun, memberi rahmat kepada orang-orang yang memohon rahmat, dan mengakhiri ahli dendam seperti keadaan mereka”.

Sementara itu, dalam riwayat Imam Bukhori  dan Imam Muslim, Aisyah R.A juga pernah berkata:

Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan Sya’ban.”

Suatu waktu sahabat Usamah bin Zaid juga bertanya kepada Rasulullah saw:

Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya’ban?
Rasulullah saw. menjawab:
Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya, yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itu segala perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

***

Diceritakan dari Muhammad bin Abdullah az Zahidiy bahwa dia berkata: Kawan saya Abu Hafshin al Kabir telah meninggal dunia, maka saya menyalatinya. Dan saya tidak mengunjungi kuburnya lagi selama delapan bulan. Kemudian saya bermaksud menengok kuburnya.
Ketika saya tidur di malam hari, saya bermimpi melihatnya, mukanya berubah menjadi pucat. Saya bersalam kepadanya dan dia tidak membalasnya. Kemudian saya bertanya kepadanya:

“Subhanallah, mengapa engkau tidak menjawab salam saya?”

“Membalas salam adalah ibadah, sedang kami sekalian telah terputus dari ibadah,” jawabnya.

“Mengapa saya melihat wajahmu berubah, padahal sungguh engkau dulu berwajah bagus?” tanya saya.

Dia menjawab: “Ketika saya dibaringkan di dalam kubur, telah datang satu malaikat dan duduk di sebelah kepala saya seraya berkata: “Hai si tua yang jahat!,” lalu dia menghitung semua dosa saya dan semua perbuatan saya yang jahat, bahkan dia memukul saya dengan sebatang kayu sehingga badan saya terbakar.

Kubur pun berkata kepada saya: “Apakah engkau tidak malu kepada Tuhanku?”, lalu kubur pun menghimpit saya dengan himpitan yang kuat sekali sehingga tulang rusuk saya menjadi bertebaran dan sendi-sendinya menjadi terpisah-pisah, siksaan itu berlangsung sampai malam pertama bulan Sya’ban.

Waktu itu ada suara mengundang dari atas saya: “Hai malaikat, angkatlah batang kayumu, dan siksamu dari padanya, karena sesungguhnya dia pernah menghidup-hidupkan satu malam dari bulan Sya’ban selama hidupnya dan pernah berpuasa pula satu hari di bulan Sya’ban.”

Maka Allah SWT menghapuskan siksa dari padaku karena aku memuliakan malam hari di bulan Sya’ban dengan shalat dan juga dengan puasa satu hari di bulan Sya’ban. Kemudian Allah memberi kegembiraan kepadaku dengan surga dan kasih sayang-Nya.

***

Menurut Imam Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arob, makna kata Sya’ban adalah dari lafadz ‘Sya’aba’ atau berarti ‘dhoharo’ (tampak) diantara dua bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan.

Sedangkan Abu Bakar Al-Balkhi pernah berkata: “Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”

Beliau juga berkata: “Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya’ban itu bagaikan awan. Dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan.”

Barangsiapa tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan? Di bulan yang kebanyakan manusia lalai dari melakukan amal-amal kebajikan ini, sudah selayaknya bila kita tidak ikut-ikutan lalai. Bersegera menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya adalah hal yang harus segera kita lakukan sebelum bulan suci Ramadhan benar-benar datang.(*)

*kisah ini dikutip dari situs jombang.nu.or.id, islampos.com serta tambahan dari berbagai sumber.

Share This !

Related Posts :