Tulisan Siswi SMA Ini Membuat Ribuan Netizen Heboh. Gadis Ini Mendadak Jadi Populer
Radarislam.com ~ Selama ini kita berpikir bahwa masa-masa remaja adalah
masa pencarian jati diri. Umumnya para remaja masih labil. Namun kembali lagi
pada pernyataan bahwa usia tidak menentukan kedewasaan. Ada sebuah peristiwa
yang sangat unik yang baru terjadi. Beberapa hari silam, seorang siswi SMA di
Banyuwangi mengunggahkan tulisan sebagai status Facebooknya.
Apakah yang dia unggahkan? Luar biasa pastinya. Banyak netizen
yang terpukau dengan tulisannya lalu memuji dia.
“Subhanallah.. Keren banget. Semoga istiqomah.”
“Bangga banget punya remaja Indonesia seperti kamu!”
Tulisan itu adalah milik akun facebook dengan nama Afi
Nihaya Faradisa. Postingan itu mendadak menjadi viral. Remaja putri ini
menuliskan bahwa dia adalah siswi SMA Negeri 1 Gambiran Bayuwangi. Dia mendadak
tenar. Tulisannya di Facebook telah mencapai angka yang sangat fantastis. Padahal
baru 22 jam tulisan itu diunggahkan. Postingan tersebut setidaknya sudah
mendapatkan 3,5 ribu likes, 470 komentar dan telah 1861 kali dibagikan.
Kenapa begitu heboh?
Simak pemikirannya berikut ini.
Tulisan Afi memang sangat inspiratif dan membuat banyak
orang terpana. Afi menunjukkan bahwa pegalaman yang dia lakukan ketika terlepas
dari gadget. Lalu dia melakukan introspeksi diri serta evaluasi ketika dia
keranjingan menggunakan gadget.
Salah satu di antaranya berawal dari perbedaan. Dia menuliskan
kalau selama ini banyak 2 pihak yaitu pro dan kontra yang saling bermusuhan. Tulisan
remaja putri ini sangat lugas, cerdas dan sangat menawan. Dia mengajak kita
semua untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena gadget dan media sosial. Bukannya
untuk mempertentangkan soal permusuhan atas nama perbedaan.
Ini adalah tulisan yang dikutipnya dari postingan di
Facebook.
ku pernah mematikan total hapeku selama 10 hari. Selama
itu, aku tidak berhubungan dengan dunia luar sama sekali.
Hanya dari situ kau bisa mengamati apa yang gadget dan
koneksi internet telah renggut selama ini.
Katakanlah
aku terjebak dalam sudut pandang yang menggelikan.
Katakanlah
aku salah menyikapi kemajuan, tapi hal-hal ini yang telah kupelajari dalam 10
hari. Sudahkah kau mencoba sendiri sebelum menjustifikasi?
Melalui
layar 4 inchi ini, aku memang melihat dunia tanpa batas yurisdiksi.
Namun,
kata orang bijak, “You are what you eat”.
Belakangan
aku tahu bahwa hal itu tidak hanya berlaku untuk makanan perut, tapi juga
“makanan pikiran”.
Apa
yang telah kita masukkan dalam pikiran, jiwa, dan hati kita selama ini
menentukan seperti apa diri kita.
Lalu
pernahkah bertanya, yang aku telan selama ini lebih banyak racun atau gizinya?
Pantas kalau diri kita masih gini-gini saja.
Ternyata
ini sebabnya.
Perhatikan,
kondisi “sumber makanan pikiran” kita semakin tercemari.
Aku
lelah menjelaskan pada satu persatu orang tentang negatifnya menyebarkan hoax
dan kebohongan.
Kita
juga tidak pernah kehabisan alasan untuk saling membenci. Apa-apa dijadikan
‘amunisi’.
Sama-sama
manusia, kalau beda negara rusuh. Sama-sama Indonesia, kalau beda agama rusuh.
Sama
agamanya, beda pandangan juga rusuh. Terus gimana nih maunya?
Padahal,
kalau bukan Tuhan, lalu siapa lagi yang menciptakan SEMUA perbedaan ini?
Kalau
Dia mau, Dia bisa saja menjadikan semua manusia ‘serupa’ dalam segala hal.
Lalu,
kenapa kita lancang menentang Tuhan dengan meludahi perbedaan?
Aku
sendiri tidak pernah mengunfriend yang beda pandangan, aku dan kamu bisa
bersahabat walaupun kita tidak sepakat.
Pernah
lihat orang yang penuh permusuhan hidupnya tenang?
Bagaimana
kita berharap ada bunga yang tumbuh di atas kawah berapi?
Yang
dirahmati Tuhan adalah hubungan, bukan permusuhan.
Unity
in diversity.
Yang
aku heran, apa-apa dijadikan perdebatan.
Seperti
ritual medsos tahunan, mulai dari ucapan natal, perayaan valentine, bahkan juga
jumlah peserta unjuk rasa!
Diri
ini merasa lebih baik karena pihak lain terlihat lebih buruk.
Kita
merasa senang atas ketidakbaikan orang.
Tuhan
mana yang mendukung karakter seperti itu?
Padahal,
this too shall pass.
Semua
hal pasti akan berlalu sendiri silih berganti.
10
tahun lagi, apakah yang kita pertengkarkan ini lebih berharga daripada hubungan
baik kita?
Padahal,
kata “musuh” hanyalah ilusi, sebuah sekat yang kita buat sendiri.
Tuhan
tidak mengatakan bahwa Ia hanya dekat dengan pembuluh nadi orang beragama X dan
bersuku Y, Tuhan dekat dengan pembuluh nadi semua orang.
Sudah
lupa, ya?
Yang
aneh adalah, jika tidak pro pokoknya salah! Kontra salah, netral pun juga
disalahkan.
Tidak
ada hal lain yang ditunjukkan kecuali sifat kekanak-kanakan.
Boikot
terhadap produk perusahaan raksasa tidak akan berpengaruh sedikitpun pada
owner-owner atas yang sudah kaya raya, yang kalian bahayakan adalah
penjual-penjual kecil yang masih bingung cari makan tiap harinya, yang mereka
bahkan tidak tahu apa-apa tentang kebijakan perusahaan.
Ada
sebuah peribahasa Cina yang layak untuk kita renungkan.
“Menyimpan
dendam seperti meminum racun tapi berharap orang lain yang mati.”
Buddha
pun berkata, “Anda tidak dihukum KARENA kemarahan Anda, Anda dihukum OLEH
kemarahan Anda.”
Jika
tetap tidak bisa mengendalikan kemarahan? DIAM!
Setidaknya
kemarahan kita tidak akan menjadi sebab kemarahan orang lain.
“Barangsiapa
yang diam, dia selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501)
Dan
aku tahu,
Memang
ada saatnya memproteksi diri. Ada saatnya mempertahankan kenyamanan pribadi.
Tapi
bagiku, ada juga saatnya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Karena itu,
aku tidak akan pergi dari sini :)
–
Afi N.F