Kakek Penjual Es Dawet dan Sedekah Rp 30.0000, Kisahnya Bikin Hati Bergetar
Radarislam.com ~ Seperti biasa, kakek ini menjual es dawet dengan gerobaknya. Dengan tertatih ia mendorong gerobak itu menelusuri pinggiran jalan raya yang penuh dengan truk dan mobil berkecepatan tinggi. Debu yang mengepul di sekeliling dan panasnya cuaca tidak menghentikan langkah gontainya
Begitu masuk waktu shalat Jum'at, langkahnya semakin dipercepat. Kakek ini begitu tergesa-gesa mengejar adzan jum’at yang akan berkumandang di sebuah masjid yang berjarak seratus meter dari ia berada. Setelah sampai, ia kemudian ia bergegas masuk pelataran masjid, membasuh tubuhnya dengan air wudhu
Seorang pria yang tak diketahui namanya memandangnya dari jauh. Ia melihat sesekali kakek in menoleh ke barang dagangannya. Ada rasa khawatir gerobaknya ini dicuri orang. Sebab itulah, sang kakek pun memilih sholat di dekat dagangannya.
Ketika sholat jum’at selesai. Sang kakek duduk di dekat dagangannya. Berharap ada satu atau dua jama’ah yang menoleh dan membeli es dawetnya. Tapi sayangnya tak ada seorang pun yang membelinya. Jangankan membeli, menoleh pun tidak.
Keringat mulai membasahi tubuhnya. Bayangan akan lembaran uang yang diharapak bersamaan dengan sepinya masjid itu dari para jamaah. Di dalam masjid yang tersisa hanyalah takmir masjid dan beberapa pengurus masjid yang sibuk menghitung uang hasil infak para jama’ah.
Pria itu hanya diam, satu-satunya uang sepuluh ribuan yang saya bawa, telah dimasukkan ke dalam kotak infak masjid.
Sang kakek, dengan tatapan tegar kembali berjalan. Dia keluar dari pelataran masjid menuju ke arah utara membawa dagangannya, arah dimana rumah dinas pria ini tinggal.
Begitu masuk waktu shalat Jum'at, langkahnya semakin dipercepat. Kakek ini begitu tergesa-gesa mengejar adzan jum’at yang akan berkumandang di sebuah masjid yang berjarak seratus meter dari ia berada. Setelah sampai, ia kemudian ia bergegas masuk pelataran masjid, membasuh tubuhnya dengan air wudhu
Seorang pria yang tak diketahui namanya memandangnya dari jauh. Ia melihat sesekali kakek in menoleh ke barang dagangannya. Ada rasa khawatir gerobaknya ini dicuri orang. Sebab itulah, sang kakek pun memilih sholat di dekat dagangannya.
Ketika sholat jum’at selesai. Sang kakek duduk di dekat dagangannya. Berharap ada satu atau dua jama’ah yang menoleh dan membeli es dawetnya. Tapi sayangnya tak ada seorang pun yang membelinya. Jangankan membeli, menoleh pun tidak.
Keringat mulai membasahi tubuhnya. Bayangan akan lembaran uang yang diharapak bersamaan dengan sepinya masjid itu dari para jamaah. Di dalam masjid yang tersisa hanyalah takmir masjid dan beberapa pengurus masjid yang sibuk menghitung uang hasil infak para jama’ah.
Pria itu hanya diam, satu-satunya uang sepuluh ribuan yang saya bawa, telah dimasukkan ke dalam kotak infak masjid.
Sang kakek, dengan tatapan tegar kembali berjalan. Dia keluar dari pelataran masjid menuju ke arah utara membawa dagangannya, arah dimana rumah dinas pria ini tinggal.
Akhirnya pria ini memacu motor dengan cepat, saya tunggu dia di depan Puskesmas. Dua puluh menit berlalu dan dari kejauhan, sang kakek akhirnya nampak.
“Pak! Paaak!," panggilnya.
Dan sang kakek pun mendekat. Dia bertanya, “Mau beli dawet nak?”
“Iya” jawab pria itu mantap.
Singkat cerita. Pria tersebut memesan dua puluh gelas untuk para keluarga penunggu pasien. Sang kakek melayani permintaannya dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Sudah pak, berapa semuanya?," tanyanya.
“Dua puluh ribu nak,” kata sang kakek sambil berkaca-kaca.
“Ini pak, bawa saja sisa kembaliannya,” pria itu menyerahkan lembaran lima puluh ribu ke tangan kakek itu.
Dan sang kakek bertanya, “Berarti sampeyan sedekah ini ke saya nak? Matur nuwun nak. Kulo doakan semoga sampeyan lancar rejeki,” ucap sang kakek.
Sang kakek pun kembali membawa dagangannya. Kali ini jalannya semakin cepat. Mungkin semangatnya kembali terpacu karena bahagia atau karena dawetnya sudah terjual setengahnya. Tak terasa air matanya menetes di pelupuk mata.
Baca Juga:
Keesokan harinya, uang lima puluh ribu itu, dikembalikan oleh Allah kepada pria ini. Tetapi bukan sebesar lima puluh ribu lagi melainkan satu juta rupiah. Masya Allah begitu dahsyat keajaiban sedekah. Sebetulnya bukan pria ini yang bersedekah melainkan sang kakek yang telah bersedekah doa kepadanya. [Radarislam/ KI]
“Pak! Paaak!," panggilnya.
Dan sang kakek pun mendekat. Dia bertanya, “Mau beli dawet nak?”
“Iya” jawab pria itu mantap.
Singkat cerita. Pria tersebut memesan dua puluh gelas untuk para keluarga penunggu pasien. Sang kakek melayani permintaannya dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Sudah pak, berapa semuanya?," tanyanya.
“Dua puluh ribu nak,” kata sang kakek sambil berkaca-kaca.
“Ini pak, bawa saja sisa kembaliannya,” pria itu menyerahkan lembaran lima puluh ribu ke tangan kakek itu.
Dan sang kakek bertanya, “Berarti sampeyan sedekah ini ke saya nak? Matur nuwun nak. Kulo doakan semoga sampeyan lancar rejeki,” ucap sang kakek.
Sang kakek pun kembali membawa dagangannya. Kali ini jalannya semakin cepat. Mungkin semangatnya kembali terpacu karena bahagia atau karena dawetnya sudah terjual setengahnya. Tak terasa air matanya menetes di pelupuk mata.
Baca Juga:
- Kisah Istri Khilaf Gara-Gara Facebook Sampai Rumah Tangganya Hancur
- Pemuda Durhaka Ini Mati Mengenaskan dengan Kepala Putus, Ternyata yang Terjadi
- Jelang Kiamat, Al-Qur’an Akan Diangkat, Dibuktikan dengan Hilangnya Beberapa Ayat dalam Al-Qur’an di Perak Ini
Keesokan harinya, uang lima puluh ribu itu, dikembalikan oleh Allah kepada pria ini. Tetapi bukan sebesar lima puluh ribu lagi melainkan satu juta rupiah. Masya Allah begitu dahsyat keajaiban sedekah. Sebetulnya bukan pria ini yang bersedekah melainkan sang kakek yang telah bersedekah doa kepadanya. [Radarislam/ KI]