Kisah Napi Cilik Nan Cerdas Yang Menghabisi Preman Pasar Pembunuh Ayahnya - RadarIslam.com

Kisah Napi Cilik Nan Cerdas Yang Menghabisi Preman Pasar Pembunuh Ayahnya

Radarislam.com ~ Ketika mendengar kata “Narapidana”, apa yang anda pikirkan? Mungkin terbayang wajah-wajah yang seram, berjenggot dan berdarah dingin seperti yang ada pada film. Tapi anggapan ini ditepis oleh seorang narapidana cilik yang masih berusia 8 tahun.

Dia termasuk anak yang pemalu dan murah senyum. Tubuhnya tidak begitu tinggi dan matanya juga sangat teduh. Bisa dibilang, bocah ini termasuk cerdas. Sebelum dipenjara, dia adalah langganan juara kelas di sekolah, jago menggambar dan main suling serta juara mengaji dan azan untuk anak-anak.

Kemampuan berhitungnya tidak perlu ditanyakan lagi. ketika sekolah di balik penjara pun, nilainya tercatat sebagai kedua terbesar di tingkat provinsi. Lalu apa yang melatarbelakangi dia melakukan pembunuhan berencana?

Sebut saja namanya Arif. Ketika itu, usianya belum 7 tahun. Ayahnya adalah pedagang di pasar di daerah Bekasi. Ayahnya tewas karena dibunuh oleh kepala preman yang menguasai wilayah tersebut. Alasannya, Ayah Arif tidak mau membayar uang “keamanan” yang dianggap sangat tinggi.

Arif mengetahui hal ini. Malam setelah ayahnya dikebumikan, dia mendatangi tempat mangkal preman itu. Dengan pisau dapur, dia menantang orang yang sudah menghilangkan nyawa bapaknya.

“Siapa yang sudah membunuh ayah saya?” teriaknya pada orang yang berada di tempat tersebut.

“Gue. Mau apa loe?” jawab kepala preman yang sudah membunuh ayahnya. Gelak tawa terdengar di belakang.

Anak kecil itu lantas melompat dan menghunuskan pisau ke perut preman itu. Dengan tepat mengenai ulu hati, pria berbadan bongsor tersebut jatuh tersungkur. Arif langsung lari ke rumah setelah itu. Setelah sholat shubuh keesokan paginya, dia digelandang ke kantor polisi.

“Arif sering membuat repot petugas di lapas!” ujar kepala lapas. Sejak dipenjara dua tahun yang lalu, sudah tiga kali dia mencoba melarikan diri. Cara-cara melarikan dirinya juga termasuk sangat ajaib.

Pelarian pertama, Arif menyelinap ke kantong sampah dan kantong itu dibawa oleh mobil kebersihan. Ia sukses melarikan diri.
Pelarian yang kedua, lebih kreatif lagi. Dia pernah membaca artikel tentang fermentasi makanan tape (usianya baru 8 tahun). Dia paham bahwa tape mengandung udara panas yang bisa menghancurkan benda keras.

Di lapas anak, ada tape uli yang disediakan 2 kali seminggu. Jatah tape Arif dibalurkan ke tembok sel tahanan. Empat bulan kemudian, tembok penjara menjadi lunak seperti tanah liat. Satu lubang sukses dibuat dia. Dia pun keluar dari penjara kedua kalinya.

Untuk pelarian ketiga, dilakukan ala mission impossible. Dia membersihkan kamar mandi dan ada ember. Besi untuk pegangan ember disimpan di kamarnya. Arif menyadari bahwa dia diawasi dengan sangat ketat, dia pun memilih persembunyian paling aman yaitu ruang kepala lapas yang tidak dijaga siapapun.

Saat tengah malam, dia menyelinap keluar menggunakan besi pegangan ember untuk buka pintu dan gembok. Entah bagaimana caranya, tahu-tahu sudah kabur.

Sebenarnya, pelarian-pelarian yang dia lakukan karena rasa kangennya terhadap sang ibu. Dia keluar penjara demi menemui ibunda tercinta. Setelah keluar lapas, dia menumpang mobil omprengan dan berjalan kaki beberapa kilometer untuk pulang.

Pada pelarian yang ketiga, kepala lapas tidak menyuruh anak buahnya menjemput Arif. Dua hari kemudian, Arif balik ke lapas sambil membawa surat untuk kepala lapas yang dia tulis dengan sendirinya.

“Ibu kepala, maaf ya, Arif kangen sama ibunda,”

Sayang sekali, seorang anak yang super cerdas dan rajin harus berada di tempat seperti itu. (*)

Baca Juga:
Berdusta Mengaku Cucu Kiai Tebuireng, Pendeta Ruth Ewin Minta Maaf Secara Terbuka
- Ternyata Begini Liburan Mewah Ala Pangeran Arab Saudi

Catatan: Cerita ini awalnya bersumber dari sebuah blog dan ditulis pada tahun 2007 oleh seorang alumnus kriminologi UI, namun menyebar di sosial media dan forum-forum di internet belakangan ini dan diklaim sebagai kisah nyata. Namun kami tidak dapat memastikan kebenaran cerita ini karena ada beberapa kejanggalan, misalnya, sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, seorang anak 8 tahun tidak mungkin diproses hukum sampai ke Lembaga Pemasyarakatan. Terlebih, Arif melakukan perbuatannya seperti dituliskan ketika berusia 7 tahun. Salah satu media Nasional ternama pernah menghubungi langsung penulis melalui akun media sosialnya, tetapi hingga berita ini diturunkan, masih belum ada jawaban. 
Namun demikian semoga ada hikmah yang dapat dipetik dari kisah ini.

Share This !

Related Posts :